Pentingnya pelestarian Budaya, Ketua Dewan Adat Kampung Kunjungi Perpustakaan

Dampak dari lajunya perkembangan pembangunan di tanah Papua, nilai-nilai budayapun mulai ikut tergilas, generasi muda saat ini belum banyak memahami serta menguasai bahasa daerahnya

Hal ini mulai diseriusi oleh Dewan Adat Kampung Tablasupa, dengan mendatangi perpustakaan Waribu Kampung Tablasupa distrik Depapre kabupaten Jayapura papua untuk berkolaborasi dalam pembuatan Kamus alam berbahasa ibu, serta meningkatkan nilai-nilai seni

Ketua Dewan Adat Tablasupa Jefri Apaseray saat bertandang ke Perpustakaan bertemu ketua pengelola perpustakaan Ibu Octovina Kisiwaitou, Kamis 18/7/2024 mengatakan, pihak adat sangat mendukung aktifitas perpustakaan kampung, ia mengharapakan ke depannya akan ada kerja sama dalam pembuatan Kamus dalam bentuk buku dan aplikasih untuk anak-anak generasi muda, sehingga bahasa ibu, tidak hilang pungkasnya

Ketua pengurus perpustakaan Waribu Kampung Tablasupa juga menyampaikan bahwa, Fungsi khadiran perpustakaan di kampung guna mendukung kebutuhan masyarakat termasuk melestarikan budaya, kami akan terus berkoordinasi untuk tindak lanjuti hasil pembahasan ini, semoga ada pihak yang bisa bekerja sama dengan kami untuk mempermudah proses ini, tuturnya (*)

Ketua PHD AMAN Jayapura Raih Kursi DPR Provinsi Papua Hasil Penghitungan Suara Ulang

Oleh Nesta Makuba

Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Jayapura Benhur Wally akhirnya sukses menyegel satu kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua hasil Penghitungan Suara Ulang (PSU) di Distrik Sentani Kota.

Benhur yang maju menjadi calon legislatif dari Partai Nasdem ini meraih 1.079 suara dari Daerah Pemilihan III meliputi Kabupaten Jayapura. Ia mendapatkan kursi terakhir dari 9 kursi DPR Provinsi Papua yang diperebutkan hasil Penghitungan Suara Ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Distrik Sentani Kota.

Berdasarkan hasil Penghitungan Suara Ulang yang dilaksanakan selama satu minggu terakhir tersebut, Partai Nasdem meraih dua kursi untuk DPR Provinsi Papua dari Daerah Pemilihan III. Kursi pertama diraih Cyntia Ruliani Talangan dengan perolehan 14.247 suara disusul kursi kedua diraih Benhur Wally dengan perolehan 1.079 suara.

Benhur Wally menjelaskan perolehan suara yang menghantarkannya ke parlemen ini merupakan hasil Penghitungan Suara Ulang. Awalnya, Benhur menggugat perolehan suara hasil pemilu bulan Februari 2024 lalu. Atas gugatan tersebut, Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU Kabupaten Jayapura melakukan penghitungan suara ulang di 225 TPS yang ada di Distrik Sentani Kota. Atas perintah MK tersebut, KPU melakukan Pemungutan Suara Ulang pada 27 Juni 2024 lalu.

“Hasilnya, saya memperoleh satu kursi di DPR Provinsi Papua,” kata Benhur Wally pada Rabu, 3 Juli 2024.

Benhur menjelaskan hasil penghitungan suara ulang yang diperolehnya ini telah disandingkan dengan data C hasil dan C Plano yang menetapkan Partai Nasdem meraih dua kursi. Dikatakannya, dari hasil pleno KPU ditetapkan perolehan suara Partai Nasdem naik, sehingga menempati perolehan kursi pertama dan kursi terakhir untuk anggota DPR Provinsi Papua dari Dapil III.

“Perolehan suara partai Nasdem 19.000, pada kursi ke 9 kosong, dan Nasdem diberikan kesempatan membagi bilangan pembagi tiga. Setelah dilakukan penghitungan ulang, Partai Nasdem mendapat tambahan satu kursi,” terangnya.

Sampaikan Terima Kasih ke Masyarakat Adat

Benhur Wally menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, terutama Masyarakat Adat yang tetap konsisten mengawal suara sehingga terpilih menjadi anggota DPR Provinsi Papua. Benhur bangga sebagai utusan Masyarakat Adat dapat memperoleh kursi di DPR Provinsi Papua.

“Semua ini berkat perjuangan, doa dan dukungan semua pihak, terutama Masyarakat Adat,” tandasnya.

Benhur mengaku tidak mudah untuk mendapatkan kursi di DPR Provinsi Papua. Butuh tenaga, pikiran, waktu dan biaya yang tidak sedikit.

“Saya lega bisa melewati semua itu,” katanya sumringah.

Tokoh Masyarakat Adat Bhuyaka Irenius Pepeho menyambut baik terpilihnya Benhur Wally sebagai anggota parlemen di DPR Provinsi Papua. Irenius menyebut terpilihnya Benhur sebagai representasi Masyarakat Adat di parlemen. Ia mengatakan perjuangan Masyarakat Adat mendukung Benhur tidak sia-sia, terbukti yang bersangkutan telah terpilih sebagai anggota parlemen.

“Masyarakat Adat bangga, kami percaya semua ini tidak diperoleh Benhur dengan mudah, butuh perjuangan yang panjang,” ujarnya.

Irenius yang juga Ketua DAS Wilayah Rabilbhu ini menaruh harapan besar kepada Benhur untuk tidak lupa memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat saat di parlemen nanti. Sebab, selama ini hak-hak Masyarakat Adat tidak mendapat perhatian di parlemen. Ia pun mencontohkan RUU Masyarakat Adat yang mangkrak satu dekade di DPR.

Menurut Irenius, sudah saatnya Masyarakat Adat didorong untuk ramai-ramai menuju parlemen agar bisa memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat yang selama ini dikangkangi.

“Harapan kita setelah Benhur, ada tokoh adat lainnya yang duduk di parlemen,” ujarnya.

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua

Snap Mor, Cara Tradisional Masyarakat Adat Biak Menangkap Ikan

Ratusan Masyarakat Adat Suku Biak berduyun-duyun pergi ke pantai. Mereka hendak menangkap ikan secara tradisional. Budaya ini kerap dilaksanakan Masyarakat Adat Suku Biak pada saat air laut pasang besar hingga surut besar yang terjadi di saat bulan sabit dan bulan purnama pertama di bulan Juni hingga Oktober. Cara menangkap ikan secara tradisional ini disebut Snap Mor.

“Snap Mor merupakan salah satu cara kegiatan mata pencaharian berkelanjutan yang dimiliki Suku Biak,” jelas Kumeser Kafiar, salah seorang tokoh Masyarakat Adat Biak Papua belum lama ini.

Suku Biak adalah salah satu suku di Papua yang mendiami pulau Biak dan sekitarnya. Pulau Biak berada di Utara Papua berbatasan langsung dengan Samudara Pasifik.

Suku Biak merupakan salah satu komunitas suku terbesar di Papua. Bahasa mereka satu, yang membedakan mereka adalah dialek yang dipakai oleh kelompok-kelompok komunitas dalam Suku Biak.

Suku ini mempunyai satu budaya yang cukup terkenal yaitu Snap Mor. Budaya Snap Mor merupakan kebiasaan Masyarakat Adat Biak melaksanakan pesta menangkap ikan secara beramai-ramai. Budaya ini sekaligus sebagai bentuk melestarikan Sumber Daya Alam mereka.

Kegiatan Snap Mor adalah kegiatan menangkap ikan secara tradisional dengan cara memagari sebagian pesisir dengan alat bantu jaring sambil menjaganya sejak air pasang waktu pagi hari atau subuh hingga saat air surut di siang hari. Disaat air surut, maka saat itu lah dipersilahkan semua warga kampung, bahkan kampung tetangga untuk mulai menangkap ikan.

“Tradisi ini sudah kami lakukan sejak nenek moyang. Hingga kini tetap dipertahankan turun temurun,” ungkap Kafiar.

Aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN dan Dewan Adat Papua Biak ini menjelaskan sebelum melakukan Snap Mor, daerah atau lokasi yang ingin dijadikan sebagai tempat Snap Mor harus disasi atau dilarang. Pelarangan ini dilakukan beberapa waktu tertentu sehingga tidak ada orang yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di lokasi itu. Setelah habis waktu larangan, maka lokasi itu diizinkan untuk dilakukan aktivitas penangkapan ikan.

Sebelum Masyarakat Adat Suku Biak mengenal adanya jaring, maka yang dilakukan adalah mengumpulkan sebagian batu karang menjadi tumpukan, lalu membiarkan ikan untuk berada dalam tumpukan-tumpukan batu karang tersebut. Disaat air laut surut, masyarakat beramai ramai menangkap ikan yang berada pada tumpukan batu karang tersebut.

“Tumpukan batu karang tersebut disebut Mor,” terang Kafiar.

Lalu, dengan adanya pengetahuan jaring maka ditambah dengan kegiatan menjaring atau memagari tepi pantai atau laut dengan jaring.

“Cara ini disebut Snap,” imbuhnya.

Kafiar menambahkan Snap Mor dapat dikatakan kegiatan inklusi sosial karena dapat diikuti oleh anak anak, remaja, pemuda-pemudi laki- laki dewasa, orang tua maupun orang disabilitas.

Fredrik Morin, salah seorang nelayan di Biak mengakui tradisi Snap Mor merupakan tradisi sakral yang dilakukan pada waktu atau kesempatan tertentu. Fredrik menyebut kebiasaan Masyarakat Adat Biak ini turun temurun terus dilestarikan dalam upaya menjaga keseimbangan alam, yang condong menggunakan alat tangkap moderen. Menurutnya, cara menangkap ikan seperti ini sebagai bagian upaya mereka menjaga alam.

“Tradisi ini untuk menjaga keseimbangan alam, sehingga alam juga memberikan manfaat bagi kita manusia,” katanya.

Fredrik mengatakan selain untuk keseimbangan alam, tradisi Snap Mor juga sebagai edukasi kepada Masyarakat Adat untuk menjaga lingkungan agar populasi ikan tetap ada untuk memberikan manfaat ekonomi.

“Snap Mor tidak saja sebagai budaya dan tradisi, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan dalam kegiatan-kegiatan besar yang dibuat oleh Masyarakat Adat Suku Biak,” tutupnya.

Penulis: Nesta Makuba