AMAN JAYAPURA BANGUN KEMITRAAN BERSAMA KEMENKUMHAM UNTUK PELATIHAN PARALEGAL

Pentingnya penguatan kelembagaan adat untuk jabatan tradisional seperti kepala suku atau kepala klen/marga dalam menjalankan fungsi advokasi dan penasehat dalam lingkupnya, memerlukan pemahaman dasar  untuk  kolaborasi hukum positif dan hukum adat di masyarakat adat, khususnya di komunitas-komunitas Adat di Tanah Papua, sehingga seringkali menyebabkan banyak kasus-kasus yang  tidak dapat diselesaikan di tingkat mereka

AMAN Jayapura merancang kegiatan pelatihan Fasilitator / paralegal khusus untuk kelembagaan adat. Tujuannya adalah melengkapi mereka dengan pemahaman hukum positif dan cara mengkolaborasikannya dengan hukum adat, agar mereka dapat menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan masalah-masalah awal di komunitas.

Menindak lanjuti hal ini,  rabu 1/10/2025 Ketua PD AMAN Jayapura Benhur Yudha Wally. SE Bertandang ke kantor Kakanwil Kemenkumham Provinsi Papua, untuk membangun kemitraan antar lembaga, guna  mengawal Masyarakat adat di Papua untuk berdiri tegak lurus diatas hak-hak dasarnya

Tujuan AMAN Jayapura adalah   untuk memperoleh metode pengajaran yang efektif bagi fasilitator atau paralegal dengan dasar-dasar hukum positif yang bisa membekali fasilitator yang akan disiapkan di komunitas nanti

Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua Anthonius Mathius Ayorbaba, S.H., M.Si, menyambut baik inisiatif ini, pihaknya juga  menawarkan dukungan anggaran dan fasilitas kantor untuk kegiatan pelatihan paralegal nanti yang akan di dorong oleh AMAN.

Ketua PD AMAN Jayapura Benhur Wally saat di wawancarai mengatakan, Program ini bertujuan menciptakan ‘pagar’ di awal, memungkinkan penyelesaian masalah di lingkup masyarakat adat, yang berkaitan dengan tradisi, norma dan budaya  serta hak-hak komunal dan individu secara internal oleh paralegal atau pembela masyarakat adat (PPPMA) di tingkat komunitas sebelum masalah berlanjut ke kepolisian atau pengadilan.

Program ini juga bagian dari dukungan terhadap PENGACARA PEMBELA MASYARAKAT ADAT NUSANTARA ( PPMAN) )  yang akan berperan sebagai  organisasi sayap di bawa kontrol AMAN  untuk kerja-kerja pembelaan masyatakat adat di tingkat komunitas

Diskusi hangat yang berlangsung antara ketua AMAN dan Kakanwil Kemenkumham menyoroti pentingnya penguatan kelembagaan adat untuk fungsi advokasi, peneguran, dan nasihat, terutama karena kasus di Tanah Papua sering tidak terselesaikan di tingkat adat akibat kurangnya pemahaman hukum positif dan adat.

Rencana kegiatan akan diatur mekanismenya secara internal dan akan disampaikan kepada komunitas-komunitas Masyarakat adat untuk mengirim perwakilannya yang akan terlibat sebagai peserta nanti, Untuk waktu pelaksanaannya nanti, Akan disampaikan secara resmi ke komunitas sesuai prosedur kelembagaan. (ok)

BUMMA Phuyakoi Kantongi Ijin Pertambangan Rakyat Pertama di Tanah Papua

BUMMA Phuyakoi Puay-Yokiwa Kabupaten Jayapura papua Resmi Kantongi Ijin Pertambangan Rakyat untuk Masyarakat Adat Pertama di Tanah Papua
Badan Usaha Milik Masyarakat Adat Bhuyakoi Kampung Adat Yokiwa Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, satu-satunya Kampung Adat di Tanah Papua yang kini telah mengantongi Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk pengelongan pertambangan komunal Masyarakat adat di wilayah adat Kampung Yokiwa -Puay dari Dinas Enegi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)Provinsi Papua. Lanjutkan membaca “BUMMA Phuyakoi Kantongi Ijin Pertambangan Rakyat Pertama di Tanah Papua”

Musik Bambu Tradisional Banyuwangi Meriahkan HIMAS 2025

Menjelang Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 9/8/2025 yang di gelar selama tiga hari  dengan berbagai kegiatan  sejak  tanggal 7-9 Agustus lalu di Kasepuhan Guradog Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, menghadirkan suasana yang berbeda dari sebelumnya

Kegiatan ini juga melibatkan desa – desa di kabupaten  dan kota se provinsi Banten turut hadir memeriahkan HIMAS 2025 membawa alat-alat musik tradisional serta hasil produk pengolahan UMKM  masyarakat adat.

Musik tradisional Angklung dari Banyuwangi, atau dikenal sebagai Angklung Caruk, adalah instrumen  musik khas yang dihasilkan menggunakan bambu. Angklung Caruk berbeda dari angklung pada lainnya,  karena memiliki ciri khas nada yang menyerupai musik khas Banyuwangi dan sering dikaitkan dengan keasliam mereka

Angklung Caruk adalah seni khas Banyuwangi yang berasal dari masyarakat Osing, perpaduan budaya Jawa dan Bali. Bentuknya mirip dengan calung dengan nada yang khas Banyuwangi, sering disebut juga sebagai Angklung Paglak.

Di Desa Guradog alat musik ini dipertontonkan saat malam pertunjukan langsung di panggung utama, suasana malam Hari masyarakat adat sedunia (HIMAS) di Guradog seakan-akan  menebar pesona pada malam.

Bunyi musik  bambu-bambu mengeluarkan suara yang sangat indah  malam itu, gemah musik ini menghadirkan suasana indah di pedesaan Kasepuhan Guradog.

 Aji Milano asal dari desa kemiren kota Banyuwangi provinsi Jawa Timur ( paling ujung) memainkannya dengan cara di pukul-pukul bambunya , Aji seornak anak yang di didik di sekolah adat osing desa kemiren Banyuwangi terlihat mahir menguasai teknik memainkan music bambu

Saat ditemui dengan gembira Aji menyampaikan bahwa, “saya sangat bersyukur dengan kegiatan HIMAS ini, Akhirnya  saya juga bisa tampil di acara begini, ini hal yang tidak pernah saya bayangkan, sukses terus masyarakat adat jaya selalu raih hak-hak adatnya” ujarnya.

Di kesempatan yang sama  Wiwin Indiarti Selaku Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Osing mengatakan bahwa Pola Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Osing di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur, masyarakat Osing menyebut tradisi saat panen itu sebagai upacara “ngampung”. Para petani yang mampu biasanya nanggap kesenian “angklung sawahan” atau istilah yang lebih populer angklung paglak.

“Kami berharap dengan adanya kegiatan seperti ini bisa dapat mengenalkan musik-musik tradisional Indonesia ke dunia luar dengan berbagai ciri khas masyarakat adat juga, kami yakin Masi banyak daerah yang memiliki seni musik ciri khas masing-masing yang belum di tampilkan seperti ini”, Ujar Wiwin. (Anagret Eluay)

Jurnalis Masyarakat Adat Nusantara Resmi Dideklarasi

Apryadi Gunawan resmi terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Masyarakat Adat Nusantara (AJMAN) untuk periode 2024–2029. Penetapan ini berlangsung dalam Pertemuan Nasional (Pernas) AJMAN Tahun 2025 yang digelar di Kasepuhan Adat, Desa Guradog, Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Kamis (7/8/2025).

Pernas yang juga menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2025 tersebut mempertemukan para jurnalis masyarakat adat dari berbagai region di Indonesia.

Apryadi, yang akrab disapa Bang Apryadi, terpilih melalui proses musyawarah yang melibatkan tiga calon ketua, yakni dirinya bersama Maruli (perwakilan Sumatra) dan Dedy (perwakilan Kalimantan). Dalam waktu singkat, ketiganya bersepakat menetapkan Apryadi sebagai Ketua Umum AJMAN.

“Berdasarkan hasil rundingan, kami memutuskan untuk memilih Apryadi sebagai Ketum,”

Dalam sambutannya usai terpilih, Apryadi mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.

“Amanah yang diberikan akan saya jalankan dengan penuh tanggung jawab. Kita akan bersama-sama menggerakkan organisasi ini untuk mencapai tujuan besar perjuangan masyarakat adat,” ujarnya.

Sebagai organisasi sayap dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), AJMAN diharapkan menjadi pendorong utama dalam memperkuat suara dan eksistensi masyarakat adat melalui kerja-kerja jurnalistik. Apryadi menegaskan bahwa seluruh program ke depan akan difokuskan pada penguatan organisasi serta peningkatan kapasitas Jurnalis Masyarakat Adat (JMA).

“Organisasi ini akan menjadi salah satu pilar penting AMAN. Kehadiran AJMAN membuat gerakan perjuangan masyarakat adat tidak lagi pincang. Kita akan memperkuat JMA dengan peningkatan kapasitas agar menjadi jurnalis yang profesional,” tambahnya.

AJMAN direncanakan akan dideklarasikan secara resmi pada puncak peringatan HIMAS 2025, Sabtu (9/8/2025).

Selain pemilihan Ketua Umum, hasil Pernas juga menetapkan 9 orang Dewan Nasional JMA. Terdiri dari 7 orang perwakilan dari masing-masing region (5 laki-laki dan 2 perempuan), serta 2 nama lainnya ditunjuk langsung oleh Pengurus Besar AMAN. (admin*)

Perempuan Adat Merauke Bongkar Kejahatan PSN

Jelang perayaan Hari Internasional Masyarakat adat Se-Dunia  “HIMAS” tanggal 9,Agustus 2025 yang di buka secara resmi oleh tetua Adat Kesepuhan Guradog hari ini 7,Agustus 2025 di Desa Guradog kecamatan Curug bitung, Lebak Banten

Yashinta Moiwend, perempuan adat dari Kabupaten Merauke, Papua Selatan yang banyak menyuarakan soal PSN Merauke diundang hadir dalam kegiatan ini

Mama Yashinta, panggilan akrabnya ini saat diberi kesempatan  berbagi cerita tragis yang  berkaitan langsung dengan hak-hak masyarakat adat di Merauke yang dirampas, dibongkar tanpa sepengetahuan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.

“Saya sangat berterimakasih karena bisa hadir disini (Lebak), karena saya juga perempuan adat. Hutan dan tanah yang kami pertahankan saat ini ibarat rahim seorang perempuan yang sedang di bongkar, dirampas dengan semena-mena, dan kami yakin ini sudah melanggar hak-hak hidup masyarakat adat,” ujarnya.

Mama Yashinta juga meminta kepada semua perempuan adat yang tergabung didalam organisasi AMAN untuk bersolidaritas dan menyuarakan dengan tegas bahwa kita semua menolak PSN Merauke dan juga PSN yang ada dan sedang berjalan di daerah lain.

“Jika tidak saat ini, maka sudah pasti masyarakat adat akan punah dan hanya tinggal nama saja,” tuturnya (ok)

Masyarakat Adat Tablasupa: Wilayah Kami Tidak bisa di Ganggu

Dewan Adat Kampung (DAK)  Tabalsupa distrik Depapre kabupaten Jayapura lebih awal mengambil langkah untuk penyatuan Persepsi  menyikapi Isu Tambang Nikel di Cycloop yang saat ini  gencar diperbincangkan

Pertemuan awal Yang digelar di tablasupa Jumat 11/7/2025 berhasil menerima berbagai usul dan saran warga masyarakat adat Tablasupa, sehingga merekomendasikan beberapa hal untuk di Tindak lanjuti secara internal sebagai bentuk persiapan masyarakat adat Tablasupa di wilayah adatnya sendiri

Diketahui bersama bahwa tahun-tahun yang lalu wilayah Tablasupa pernah ada sengketa soal pertambangan, Hal ini juga merupakan pengalaman bagi Masyarakat Adat Tablasupa menentukan langkah bijaksana mempertahankan Hak hidupnya Lanjutkan membaca “Masyarakat Adat Tablasupa: Wilayah Kami Tidak bisa di Ganggu”

AMAN Jayapura Akan Dampingi Proses Pemetaan Wilayah adat di Tablasupa

Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( PD. AMAN ) Jayapura Benhur Wally yang juga Sebagai Anggota DPR Provinsi Papua Utusan Masyarakat adat berkunjung ke kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura Papua, Sabtu 10/5/2025 bertemu Tim pemetaan peta wilayah adat Tablasupa Komunitas  suku Tepera guna memberikan dukungan pendampingan Lanjutkan membaca “AMAN Jayapura Akan Dampingi Proses Pemetaan Wilayah adat di Tablasupa”

PENGELOLAAN HUTAN ADAT YAPSI-KAUREH DINILAI TIDAK ADIL

Perwakilan Masyarakat adat Suku Oktim/Oria, Distrik Yapsi dan Distrik Kaureh datangi Kantor Majelis Rakyat Papua ( MRP ) kamis 8/5/2025, Melakukan Koordinasi terkait  aspirasi mereka yang disampaikan ke MRP Tentang Pemanfaatan Hutan Adat di Wilayah Mereka ( Wilayah Pembangunan 4 Kabupaten Jayapura )  dan MRP sebagai lembaga representasi orang asli papua telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk rekomndasi  untuk di Tindak lanjuti

Lanjutkan membaca “PENGELOLAAN HUTAN ADAT YAPSI-KAUREH DINILAI TIDAK ADIL”

MASYARAKAT ADAT WALSA DI PERBATASAN RI/PNG BERSEDIA MASUK KEANGGOTAAN AMAN

Suku Walsa adalah salah satu suku dari 7 suku asli masyarakat adat di wilayah pemerintahan kabupaten Keerom Papua, Suku Walsa sendiri ada 5 kampung asli dan suku fermanggem sendiri terdiri dari 3 Kampung asli, 8 kampung ini yang mendiami bagian perbatasan wilayah RI/PNG yakni kampung PUND, Kmpung BOMPAI,Kampung KALIMALA, Kampung BANDA, Kampung YUWAINDA, Kampung AMPAS, Kampung KALIFAM, dan Kampung SAH.

8 kampung ini disebut suku Walsa Permanggem, dalam struktur tatanan adat mereka pimpinan tertingginya adalah kepala suku per Clen atau Marga Lanjutkan membaca “MASYARAKAT ADAT WALSA DI PERBATASAN RI/PNG BERSEDIA MASUK KEANGGOTAAN AMAN”

Masyarakat Tablasupa Mulai Focus Tahapan Pembuatan Peta Hak Ulayat Kampung

Masyarakat Kampung Tablasupa berkumpul bersama para tetua adat di ( Para-para adat ) Suku Serontou untuk membahas persiapan tim pemetaan hak ulayat masyarakat adat pada Sabtu, 3 Agustus 2024. Pertemuan diadakan di Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua.

Ketua Dewan Adat Kampung Tablasupa Atanasius Okoseray dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa sebagai langkah awal, Tim Pemetaan yang di bentuk langsung dari masyarakat adat perlu mengidentifikasi cerita keberadaan masyarakat di kampung Tablasupa dan hubungan dengan kampung Yang lain, Cerita-cerita masa lalu itu bisa menjadi referensi guna mendukung proses pembuatan Peta Hak Ulayat Masyarakat Adat yang akan diusulkan ke kementerian untuk mendapat legitimasi status hutan adat.

Bicara tentang status hutan, Saat ini ada dua agenda besar yang menjadi sorotan terkait dengan pengelolaan hutan, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat (khususnya di sekitar hutan) dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

Pemerintah telah menyiapkan program yang memastikan bahwa sarana pengentasan kemiskinan masyarakat, khususnya di sekitar hutan. Salah satunya adalah dengan menciptakan keharmonisan antara peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan pelestarian lingkungan. Hal itu diharapkan bisa terwujud melalui Program Perhutanan Sosial. Program Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan yang tetap berpedoman pada aspek kelestarian.

Hutan adat masyarakat Tablasupa di Distrik Depapre adalah salah satu hutan yang penting untuk dijaga. Hutan tersebut menjadi salah satu tempat tinggal burung Cenderawasih. Sejak 2014 Kelompok Pecinta Alam (KPA) yang dikoordinir langsung oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Papua ikut menjaga hutan tersebut.

Foto Saat Pertemuan di Para-para Adat

Menurut penjelasan Tokoh-tokoh adat dalam pertemuan itu bahwa, wilayah hukum adat yang ada sampai sekarang merupakan titipan leluhur mereka, untuk itu tidak diperbolehkan untuk merubah status ke dalam bentuk apapun, agar supaya hubungan antara alam dan manusia, nilai-nilai sakral yang ada dalam hutan tetap terjaga, dan juga proses pengolahan SDA dalam hutan adat ini bisa di kelolah secara oleh masyarakat adat sendiri. (Ok)