Masyarakat Adat Tablasupa: Wilayah Kami Tidak bisa di Ganggu

Masyarakat adat Tabalsupa distrik Depapre kabupaten Jayapura lebih awal mengambil langkah untuk penyatuan Persepsi masyarakat adatnya melalui Dewan Adat Kampung Tablasupa  menyikapi Isu Tambang Nikel di Cycloop saat ini  ramai diperbincangkan

Pertemuan awal Yang digelar di tablasupa Jumat 11/7/2025 berhasil menerima berbagai usul dan saran warga masyarakat adat Tablasupa, sehingga merekomendasikan beberapa hal untuk di Tindak lanjuti secara internal sebagai bentuk persiapan masyarakat adat di wilayah adatnya sendiri

Diketahui bersama bahwa tahun-tahun yang lalu wilayah Tablasupa pernah ada sengketa soal pertambangan, Hal ini juga merupakan pengalaman terbaik untuk warga Tablasupa menentukan langkah bijaksana mempertahankan Hak hidupnya Lanjutkan membaca “Masyarakat Adat Tablasupa: Wilayah Kami Tidak bisa di Ganggu”

AMAN Jayapura Akan Dampingi Proses Pemetaan Wilayah adat di Tablasupa

Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( PD. AMAN ) Jayapura Benhur Wally yang juga Sebagai Anggota DPR Provinsi Papua Utusan Masyarakat adat berkunjung ke kampung Tablasupa Distrik Depapre Kabupaten Jayapura Papua, Sabtu 10/5/2025 bertemu Tim pemetaan peta wilayah adat Tablasupa Komunitas  suku Tepera guna memberikan dukungan pendampingan Lanjutkan membaca “AMAN Jayapura Akan Dampingi Proses Pemetaan Wilayah adat di Tablasupa”

PENGELOLAAN HUTAN ADAT YAPSI-KAUREH DINILAI TIDAK ADIL

Perwakilan Masyarakat adat Suku Oktim/Oria, Distrik Yapsi dan Distrik Kaureh datangi Kantor Majelis Rakyat Papua ( MRP ) kamis 8/5/2025, Melakukan Koordinasi terkait  aspirasi mereka yang disampaikan ke MRP Tentang Pemanfaatan Hutan Adat di Wilayah Mereka ( Wilayah Pembangunan 4 Kabupaten Jayapura )  dan MRP sebagai lembaga representasi orang asli papua telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk rekomndasi  untuk di Tindak lanjuti

Lanjutkan membaca “PENGELOLAAN HUTAN ADAT YAPSI-KAUREH DINILAI TIDAK ADIL”

MASYARAKAT ADAT WALSA DI PERBATASAN RI/PNG BERSEDIA MASUK KEANGGOTAAN AMAN

Suku Walsa adalah salah satu suku dari 7 suku asli masyarakat adat di wilayah pemerintahan kabupaten Keerom Papua, Suku Walsa sendiri ada 5 kampung asli dan suku fermanggem sendiri terdiri dari 3 Kampung asli, 8 kampung ini yang mendiami bagian perbatasan wilayah RI/PNG yakni kampung PUND, Kmpung BOMPAI,Kampung KALIMALA, Kampung BANDA, Kampung YUWAINDA, Kampung AMPAS, Kampung KALIFAM, dan Kampung SAH.

8 kampung ini disebut suku Walsa Permanggem, dalam struktur tatanan adat mereka pimpinan tertingginya adalah kepala suku per Clen atau Marga Lanjutkan membaca “MASYARAKAT ADAT WALSA DI PERBATASAN RI/PNG BERSEDIA MASUK KEANGGOTAAN AMAN”

Masyarakat Tablasupa Mulai Focus Tahapan Pembuatan Peta Hak Ulayat Kampung

Masyarakat Kampung Tablasupa berkumpul bersama para tetua adat di ( Para-para adat ) Suku Serontou untuk membahas persiapan tim pemetaan hak ulayat masyarakat adat pada Sabtu, 3 Agustus 2024. Pertemuan diadakan di Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua.

Ketua Dewan Adat Kampung Tablasupa Atanasius Okoseray dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa sebagai langkah awal, Tim Pemetaan yang di bentuk langsung dari masyarakat adat perlu mengidentifikasi cerita keberadaan masyarakat di kampung Tablasupa dan hubungan dengan kampung Yang lain, Cerita-cerita masa lalu itu bisa menjadi referensi guna mendukung proses pembuatan Peta Hak Ulayat Masyarakat Adat yang akan diusulkan ke kementerian untuk mendapat legitimasi status hutan adat.

Bicara tentang status hutan, Saat ini ada dua agenda besar yang menjadi sorotan terkait dengan pengelolaan hutan, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat (khususnya di sekitar hutan) dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

Pemerintah telah menyiapkan program yang memastikan bahwa sarana pengentasan kemiskinan masyarakat, khususnya di sekitar hutan. Salah satunya adalah dengan menciptakan keharmonisan antara peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan pelestarian lingkungan. Hal itu diharapkan bisa terwujud melalui Program Perhutanan Sosial. Program Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan yang tetap berpedoman pada aspek kelestarian.

Hutan adat masyarakat Tablasupa di Distrik Depapre adalah salah satu hutan yang penting untuk dijaga. Hutan tersebut menjadi salah satu tempat tinggal burung Cenderawasih. Sejak 2014 Kelompok Pecinta Alam (KPA) yang dikoordinir langsung oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Papua ikut menjaga hutan tersebut.

Foto Saat Pertemuan di Para-para Adat

Menurut penjelasan Tokoh-tokoh adat dalam pertemuan itu bahwa, wilayah hukum adat yang ada sampai sekarang merupakan titipan leluhur mereka, untuk itu tidak diperbolehkan untuk merubah status ke dalam bentuk apapun, agar supaya hubungan antara alam dan manusia, nilai-nilai sakral yang ada dalam hutan tetap terjaga, dan juga proses pengolahan SDA dalam hutan adat ini bisa di kelolah secara oleh masyarakat adat sendiri. (Ok)

Ketua PHD AMAN Jayapura Raih Kursi DPR Provinsi Papua Hasil Penghitungan Suara Ulang

Oleh Nesta Makuba

Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Jayapura Benhur Wally akhirnya sukses menyegel satu kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua hasil Penghitungan Suara Ulang (PSU) di Distrik Sentani Kota.

Benhur yang maju menjadi calon legislatif dari Partai Nasdem ini meraih 1.079 suara dari Daerah Pemilihan III meliputi Kabupaten Jayapura. Ia mendapatkan kursi terakhir dari 9 kursi DPR Provinsi Papua yang diperebutkan hasil Penghitungan Suara Ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Distrik Sentani Kota.

Berdasarkan hasil Penghitungan Suara Ulang yang dilaksanakan selama satu minggu terakhir tersebut, Partai Nasdem meraih dua kursi untuk DPR Provinsi Papua dari Daerah Pemilihan III. Kursi pertama diraih Cyntia Ruliani Talangan dengan perolehan 14.247 suara disusul kursi kedua diraih Benhur Wally dengan perolehan 1.079 suara.

Benhur Wally menjelaskan perolehan suara yang menghantarkannya ke parlemen ini merupakan hasil Penghitungan Suara Ulang. Awalnya, Benhur menggugat perolehan suara hasil pemilu bulan Februari 2024 lalu. Atas gugatan tersebut, Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU Kabupaten Jayapura melakukan penghitungan suara ulang di 225 TPS yang ada di Distrik Sentani Kota. Atas perintah MK tersebut, KPU melakukan Pemungutan Suara Ulang pada 27 Juni 2024 lalu.

“Hasilnya, saya memperoleh satu kursi di DPR Provinsi Papua,” kata Benhur Wally pada Rabu, 3 Juli 2024.

Benhur menjelaskan hasil penghitungan suara ulang yang diperolehnya ini telah disandingkan dengan data C hasil dan C Plano yang menetapkan Partai Nasdem meraih dua kursi. Dikatakannya, dari hasil pleno KPU ditetapkan perolehan suara Partai Nasdem naik, sehingga menempati perolehan kursi pertama dan kursi terakhir untuk anggota DPR Provinsi Papua dari Dapil III.

“Perolehan suara partai Nasdem 19.000, pada kursi ke 9 kosong, dan Nasdem diberikan kesempatan membagi bilangan pembagi tiga. Setelah dilakukan penghitungan ulang, Partai Nasdem mendapat tambahan satu kursi,” terangnya.

Sampaikan Terima Kasih ke Masyarakat Adat

Benhur Wally menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, terutama Masyarakat Adat yang tetap konsisten mengawal suara sehingga terpilih menjadi anggota DPR Provinsi Papua. Benhur bangga sebagai utusan Masyarakat Adat dapat memperoleh kursi di DPR Provinsi Papua.

“Semua ini berkat perjuangan, doa dan dukungan semua pihak, terutama Masyarakat Adat,” tandasnya.

Benhur mengaku tidak mudah untuk mendapatkan kursi di DPR Provinsi Papua. Butuh tenaga, pikiran, waktu dan biaya yang tidak sedikit.

“Saya lega bisa melewati semua itu,” katanya sumringah.

Tokoh Masyarakat Adat Bhuyaka Irenius Pepeho menyambut baik terpilihnya Benhur Wally sebagai anggota parlemen di DPR Provinsi Papua. Irenius menyebut terpilihnya Benhur sebagai representasi Masyarakat Adat di parlemen. Ia mengatakan perjuangan Masyarakat Adat mendukung Benhur tidak sia-sia, terbukti yang bersangkutan telah terpilih sebagai anggota parlemen.

“Masyarakat Adat bangga, kami percaya semua ini tidak diperoleh Benhur dengan mudah, butuh perjuangan yang panjang,” ujarnya.

Irenius yang juga Ketua DAS Wilayah Rabilbhu ini menaruh harapan besar kepada Benhur untuk tidak lupa memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat saat di parlemen nanti. Sebab, selama ini hak-hak Masyarakat Adat tidak mendapat perhatian di parlemen. Ia pun mencontohkan RUU Masyarakat Adat yang mangkrak satu dekade di DPR.

Menurut Irenius, sudah saatnya Masyarakat Adat didorong untuk ramai-ramai menuju parlemen agar bisa memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat yang selama ini dikangkangi.

“Harapan kita setelah Benhur, ada tokoh adat lainnya yang duduk di parlemen,” ujarnya.

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua

Snap Mor, Cara Tradisional Masyarakat Adat Biak Menangkap Ikan

Ratusan Masyarakat Adat Suku Biak berduyun-duyun pergi ke pantai. Mereka hendak menangkap ikan secara tradisional. Budaya ini kerap dilaksanakan Masyarakat Adat Suku Biak pada saat air laut pasang besar hingga surut besar yang terjadi di saat bulan sabit dan bulan purnama pertama di bulan Juni hingga Oktober. Cara menangkap ikan secara tradisional ini disebut Snap Mor.

“Snap Mor merupakan salah satu cara kegiatan mata pencaharian berkelanjutan yang dimiliki Suku Biak,” jelas Kumeser Kafiar, salah seorang tokoh Masyarakat Adat Biak Papua belum lama ini.

Suku Biak adalah salah satu suku di Papua yang mendiami pulau Biak dan sekitarnya. Pulau Biak berada di Utara Papua berbatasan langsung dengan Samudara Pasifik.

Suku Biak merupakan salah satu komunitas suku terbesar di Papua. Bahasa mereka satu, yang membedakan mereka adalah dialek yang dipakai oleh kelompok-kelompok komunitas dalam Suku Biak.

Suku ini mempunyai satu budaya yang cukup terkenal yaitu Snap Mor. Budaya Snap Mor merupakan kebiasaan Masyarakat Adat Biak melaksanakan pesta menangkap ikan secara beramai-ramai. Budaya ini sekaligus sebagai bentuk melestarikan Sumber Daya Alam mereka.

Kegiatan Snap Mor adalah kegiatan menangkap ikan secara tradisional dengan cara memagari sebagian pesisir dengan alat bantu jaring sambil menjaganya sejak air pasang waktu pagi hari atau subuh hingga saat air surut di siang hari. Disaat air surut, maka saat itu lah dipersilahkan semua warga kampung, bahkan kampung tetangga untuk mulai menangkap ikan.

“Tradisi ini sudah kami lakukan sejak nenek moyang. Hingga kini tetap dipertahankan turun temurun,” ungkap Kafiar.

Aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN dan Dewan Adat Papua Biak ini menjelaskan sebelum melakukan Snap Mor, daerah atau lokasi yang ingin dijadikan sebagai tempat Snap Mor harus disasi atau dilarang. Pelarangan ini dilakukan beberapa waktu tertentu sehingga tidak ada orang yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di lokasi itu. Setelah habis waktu larangan, maka lokasi itu diizinkan untuk dilakukan aktivitas penangkapan ikan.

Sebelum Masyarakat Adat Suku Biak mengenal adanya jaring, maka yang dilakukan adalah mengumpulkan sebagian batu karang menjadi tumpukan, lalu membiarkan ikan untuk berada dalam tumpukan-tumpukan batu karang tersebut. Disaat air laut surut, masyarakat beramai ramai menangkap ikan yang berada pada tumpukan batu karang tersebut.

“Tumpukan batu karang tersebut disebut Mor,” terang Kafiar.

Lalu, dengan adanya pengetahuan jaring maka ditambah dengan kegiatan menjaring atau memagari tepi pantai atau laut dengan jaring.

“Cara ini disebut Snap,” imbuhnya.

Kafiar menambahkan Snap Mor dapat dikatakan kegiatan inklusi sosial karena dapat diikuti oleh anak anak, remaja, pemuda-pemudi laki- laki dewasa, orang tua maupun orang disabilitas.

Fredrik Morin, salah seorang nelayan di Biak mengakui tradisi Snap Mor merupakan tradisi sakral yang dilakukan pada waktu atau kesempatan tertentu. Fredrik menyebut kebiasaan Masyarakat Adat Biak ini turun temurun terus dilestarikan dalam upaya menjaga keseimbangan alam, yang condong menggunakan alat tangkap moderen. Menurutnya, cara menangkap ikan seperti ini sebagai bagian upaya mereka menjaga alam.

“Tradisi ini untuk menjaga keseimbangan alam, sehingga alam juga memberikan manfaat bagi kita manusia,” katanya.

Fredrik mengatakan selain untuk keseimbangan alam, tradisi Snap Mor juga sebagai edukasi kepada Masyarakat Adat untuk menjaga lingkungan agar populasi ikan tetap ada untuk memberikan manfaat ekonomi.

“Snap Mor tidak saja sebagai budaya dan tradisi, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan dalam kegiatan-kegiatan besar yang dibuat oleh Masyarakat Adat Suku Biak,” tutupnya.

Penulis: Nesta Makuba

Rajut Aspirasi Iram Tekai untuk Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA)

Jayapura,13/11/2023_Pertemuan menoken ( Merajut Aspirasih Masyarakat adat ) yang dilakukan hari Kamis 9/11/2023 di kampung Genyem Besar Distrik Nimboran Kabupaten Jayapura oleh Badan Usaha Milik Masyarakat adat di dampingi PD. AMAN Jayapura dan Samdana sebagai NGO mitra masyarakat adat, berhasil menjaring Aspirasi para pimpinan adat setempat ( Iram Tekai )

Ketua PD. AMAN JAYAPURA ( Benhur Wally )

Ketua PD.AMAN Jayapura Benhur Wally saat diwawancarai menjelaskan bahwa Bada Usaha Milik Adat BUMMA NAMBLONG atau PT. Yembe Namblong merupakan Komitmen masyarakat adat di wilayah adat Namblong untuk mengelolah potensi SDAnya, ini juga hasil dari pendampingan Tim Ekonomi AMAN Jayapura dan SAMDANA

Lanjut Beny Wally, Ada dukungan besar dari Pimpinan adat setempat ( Iram Tekai ) melalui pertemuan hari ini, mereka telah memberikan dukungan dan harapan kepada BUMA bagaimana menjalankan usaha-usaha di masyarakat adat sesuai instrumen budaya yang berlaku di lemba grime, dan kehadiran dan antusias masyarakat di pertemuan ini sangat luar biasa, ini menandakan bahwa masyarakat adat di Grime Nawa ingin hidup mandiri, baik dari negara dan investor-investor yang masuk di wilayah hukum adat mereka Lanjutkan membaca “Rajut Aspirasi Iram Tekai untuk Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA)”

Peluncuran Buku ‘Kembali ke Kampung Adat’

Jayapura,5/11/2023_Bertempat di Hotel Suni Garden Sentani, Jayapura, Papua, Selasa (5/1/2022), buku berjudul ‘Kembali ke Kampung Adat: Meniti Jalan Perubahan di Tanah Papua’ resmi diluncurkan. Buku setebal 180 halaman tersebut ditulis oleh  Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw dan diterbitkan oleh  Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.

Mathius Awoitauw yang saat itu menjabat bupati jayapura menceriterakan awal mula muncul gagasan menulis buku itu tidak terlepas dari pengalamannya selama sekitar 27 tahun menggeluti bidang pemberdayaan masyarakat dan saat periode pertama memimpin Kabupaten Jayapura.

“Tampaknya ada benang merah, ketika dirinya merefleksikan secara  mendalam praktek pembangunan yang ada di Tanah Papua selama puluhan tahun. Bukan saja pembangunan dalam arti tata kelola pemerintahan dan masyarakat, tetapi terutama pembangunan manusia Papua,’’ kata Mathius.

Dalam refleksinya, Mathius merasakan ada yang ‘hilang’ dari seluruh perjalanan orang Papua selama bertahun-tahun. Anak-anak Papua tercerabutnya dari akar budayanya. Sehingga bicara tentang kampung adat, kata Mathius, sebenarnya adalah bicara tentang bagaimana mengembalikan sesuatu yang hilang dari orang-orang Papua.

Menurut Mathius, gagasan ‘Kembali ke Kampung Adat’ merupakan bentuk Restorasi Pembangunan di Papua. Bagi Mathius, praktik dan pola pembangunan yang ada di Papua selama ini makin membuat anak-anak Papua ‘terasing’ dari akar budayanya sendiri. Artinya, kata dia, ada pola pembangunan selama ini yang cukup sistematis yang menyebabkan anak-anak Papua ‘menjadi terasing’ dari budayanya sendiri.

“Sementara dalam banyak pengalaman saya, kebetulan saya adalah juga anak Kepala Suku, sedikit banyak mengerti bagaimana akar budaya orang Papua justru menjadi sumber nilai dalam seluruh tatanan kehidupannya. Jika itu dipraktikkan secara konsisten justru mampu menjawab seluruh tantangan kehidupan orang Papua pada zaman modern saat ini,” tegas Mathius.

Dalam pengalamannya, sejak awal dia merintis Program Kampung Adat di Kabupaten Jayapura, sambutan masyarakat luar biasa. Gagasan ‘Kembali ke Kampung Adat’ seakan menjadi jawaban atas kerinduan masyarakat selama ini yang tidak diberi tempat dalam pembangunan. Sekaligus gagasan ‘Kembali ke Kampung Adat’ merupakan tawaran pembangunan yang relevan dengan situasi Papua saat ini.

“Saya tegaskan dalam buku ini bahwa praktik pembangunan di Papua selama ini sebenarnya adalah praktik penaklukan atas alam dan atas orang-orang Papua. Sementara dalam kacamata masyarakat adat Papua, alam dan manusia adalah satu kesatuan yang utuh tak terpisahkan. Dalam budayanya, manusia Papua hidup menyatu dengan alam dan mereka bertugas menjaga Alamnya. Itulah juga faktanya, dalam kearifan adat Papua, adalah tugas seorang Ondoafi atau Ondofolo untuk memastikan alam yang memberi dia hidup tetap terjaga dan terawat dengan baik,” jelas Mathius.

Saat ini terkait penataan kampung adat di Jayapura sendiri, sudah ada 14 kampung adat, 24 yang sedang dalam proses penataan, dan 35 yang sedang diusulkan.

“Kita tentu berharap ini terus berkembang. Dan syukur-syukur bisa berjalan di hampir seluruh wilayah Papua. Karena gagasan ini menurut saya yang lebih cocok ketika kita bicara bagaimana membangun Papua ke depan,” pungkasnya.(ok*)

Komitmen Pertahankan Budaya Uskup Yanuarius Matopai, Rencana Kunjungi Kampung Adat di Kab.Jayapura

Sentani, 5/11/2023_Mengikuti perkembangan kebangkitan masyarakat adat di kabupaten jayapura, dan ajaran-ajaaran budaya melalui sekolah adat, membuat Uskup merasah tersingkron dengan tekatnya untuk mempertahankan nilai-nilai murni masyarakat adat di Papua, Uskup Yanuarius Theofilus Matopai You berencana akan mengunjungi Kampung adat di kabupaten Jayapura dan Sekolah adat di Kabupaten Jayapura dalam waktu dekat

Hal ini di sampaikan pada saat pertemuan silaturahmi bersama Tokoh kebangkitan masyarakat adat Papua Mathius Awoitau SE M.Si yang juga sebagai mantan Bupati Jayapura sekaligus penggagas Kampung adat di kabupaten Jayapura

Silahturahmi antar ke dua Tokoh penting Papua ini berlangsung hari Jumat 3/3/2023 di Keuskupan Jayapura, canda dan tawapun ikut mengiringi pertemuan saat itu, keduanya saling mendukung untuk membangun Papua dengan meletakan nilai-nilai budaya sebagai dasar dari segala bentuk tantangan dan perubahan-perubahan besar yang akan terjadi ke depan

Uskup Yanuarius Matopai You sangat tertarik dengan konsep Kebangkitan Adat yang di dorong selama ini di kabupaten Jayapura, menurutnya ini sebuah gagasan yang akan mempertahankan orang asli Papua dari ancaman degradasih nilai-nilai budaya, dan bagian ini semua orang papua wajib mendukungnya, Saya punya komitmen untuk mempertahankan keaslian orang Papua, untuk itu lebi awal saya suda himbau orang Papua jangan jual tanah hak ulayatnya yang diwariskan oleh nenek moyang hanya untuk kepentingan sesaat, karena itu sama dengan menghilangkan hak-hak sendiri dari atas negeri ini

Uskup juga akan menghimbau kepada semua sekolah-sekolah khatolik mulai dari PAUD sampai Perguruan Tinggi, Agar mengajarkan nilai-nilai adat istiadat di sekolah-sekolah, supaya karakteristik manusia berbudaya terbawa sejak kecil sampai dewasa

Ajaran adat istiadat dalam pengembangan SDM juga sebagai dasar pembentukan karakter manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari orang akan hidup dengan nilai-nilai luhur itu, kehidupan sosial kemasyarakatan akan di warnai dengan tatakrama yang baik, hidup saling menghargai, saling menghormati serta selalu rukun dan damai,tuturnya

Dalam pertemuan itu juga, Mathius Awoitauw selaku penggagas Kebangkitan masyarakat adat, Menyerahkan buku ” Kembali ke Kampung adat ” yang diterima langsung oleh Uskup sebagai bentuk Komitmen dalam misi bersama mempertahankan Existensi masyarakat yang berbudaya, agar pembangunan Papua kedepan dibangun berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal

Usai pertemuan itu, langsung diakhiri dengan Doa bersama yang dipimpin Uskup Yanuarius Matopai You, dan keduanya saling ber komitmen mempertahankan nilai-nilai keaslian sebagai konsep yang tepat untuk membangun Papua ke depan. (ok)